Bagi orang Islam nilai-nilai kemuliaan dinilai dari nilai-nilai Islam. Maksudnya semua ukuran kebaikan diukur berdasarkan kepada apa saja yang baik bagi Islam maka itulah yang seharusnya menjadi tolok ukur dalam menilai suatu kebaikan. Misalnya begini, jika seseorang itu dianggap baik, maka kebaikannya itu harus kebaikan yang sesuai dengan Islam atau kebaikan tersebut juga dianggap baik oleh Islam. Contohnya orang yang mulia diantara masyarakat karena dia rajin membantu orang, dermawan suka bersedekah, sopan-santun kepada tetangga, jujur dan lain sebagainya, maka kemuliaannya itu adalah kemuliaan yang sesuai dengan Islam, suka membantu orang adalah amal shaleh yang juga baik menurut Islam, Dermawan suka bersedekah adalah amalan baik yang juga dianjurkan dalam Islam, dan lain-lainya yang disebut diatas sesuai dengan ajaran Islam. Nah, hal yang demikian berarti nilai-nilai Islamlah yang menjadi patokan terhadap baik dan buruknya seseorang.
Nah, jika kita lihat sekarang maka terdapat perbedaan. Perbedaan antara nilai-nilai yang seharusnya adalah nilai-nilai ketuhanan keislaman, bergeser kepada nilai-nilai yang sifatnya sementara. Orang sekarang menilai suatu kebaikan tidak lagi berdasarkan kepada kebaikan keislaman tetapi lebih cendrung kepada ketakutan dan kepentingan. Nilai-nilai seperti ini hanya menimbulkan kekhawatiran dan ketakutan. Kita dapat melihat bagaimana seseorang tidak mampu lagi menilai atasannya berbuat salah, seperti penyelewengan uang yang bukan haknya, karena seorang bawahan tersebut terbiasa diberikan uang yang tidak jelas oleh atasannya, dan apabila dia berani mengatakan atasannya salah ada dua konsekwensi yang harus ia terima jika berani menilai salah perbuatan atasannya, yaitu: pertama, kemungkinan ia akan dipecat dan ia akan kehilangan penghasian bulanannya dan sekaligus uang tambahan yang tidak jelas itu, kedua, kemungkinan atasannya diganti dan bawahan tersebut tidak akan menerima uang tambahan yang tidak jelas lagi. Kecil kemungkinan bagi seorang bawahan yang melapor kesalahan atasannya akan dinaikkan pangkatnya dan diberikan bonus dan fasilitas. Tidak mungkin!
Saya teringat akan teman saya bernama Umar yang mengatakan: “Kehormatan diperoleh seseorang dari kekuasaan yang ia peroleh”, saya pertama mendengar ini tidak paham akan maksudnya, kemudian ia menjelaskan: ”jika orang bawahan kecil kentut, itu dianggap tidak sopan, coba kalau Bos yang kentut diantara bawahannya, tidak ada yang protes atau menyalahkan, paling-paling hanya bilang ‘he he masuk angin Pak??,” bertanya sekedar basa-basi.” Saya mulai sedikit paham maksudnya tetapi masih juga merasa tidak sesuai dihati, tapi saya tanggapi dengan senyum saja. Walaupun lama sekali saya tidak bertemu dengan Umar, ungkapannya selalu menjadi ingatan bagi saya karena saya nilai lucu.
Sekarang saya baru paham akan pernyataan Umar tersebut, karena pergeseran nilai-nilai yang terjadi karena tidak adanya tolok ukur kebaikan tersebut.
Nah, jika kita lihat sekarang maka terdapat perbedaan. Perbedaan antara nilai-nilai yang seharusnya adalah nilai-nilai ketuhanan keislaman, bergeser kepada nilai-nilai yang sifatnya sementara. Orang sekarang menilai suatu kebaikan tidak lagi berdasarkan kepada kebaikan keislaman tetapi lebih cendrung kepada ketakutan dan kepentingan. Nilai-nilai seperti ini hanya menimbulkan kekhawatiran dan ketakutan. Kita dapat melihat bagaimana seseorang tidak mampu lagi menilai atasannya berbuat salah, seperti penyelewengan uang yang bukan haknya, karena seorang bawahan tersebut terbiasa diberikan uang yang tidak jelas oleh atasannya, dan apabila dia berani mengatakan atasannya salah ada dua konsekwensi yang harus ia terima jika berani menilai salah perbuatan atasannya, yaitu: pertama, kemungkinan ia akan dipecat dan ia akan kehilangan penghasian bulanannya dan sekaligus uang tambahan yang tidak jelas itu, kedua, kemungkinan atasannya diganti dan bawahan tersebut tidak akan menerima uang tambahan yang tidak jelas lagi. Kecil kemungkinan bagi seorang bawahan yang melapor kesalahan atasannya akan dinaikkan pangkatnya dan diberikan bonus dan fasilitas. Tidak mungkin!
Saya teringat akan teman saya bernama Umar yang mengatakan: “Kehormatan diperoleh seseorang dari kekuasaan yang ia peroleh”, saya pertama mendengar ini tidak paham akan maksudnya, kemudian ia menjelaskan: ”jika orang bawahan kecil kentut, itu dianggap tidak sopan, coba kalau Bos yang kentut diantara bawahannya, tidak ada yang protes atau menyalahkan, paling-paling hanya bilang ‘he he masuk angin Pak??,” bertanya sekedar basa-basi.” Saya mulai sedikit paham maksudnya tetapi masih juga merasa tidak sesuai dihati, tapi saya tanggapi dengan senyum saja. Walaupun lama sekali saya tidak bertemu dengan Umar, ungkapannya selalu menjadi ingatan bagi saya karena saya nilai lucu.
Sekarang saya baru paham akan pernyataan Umar tersebut, karena pergeseran nilai-nilai yang terjadi karena tidak adanya tolok ukur kebaikan tersebut.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar