Tampilkan postingan dengan label Ilmu. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Ilmu. Tampilkan semua postingan

Minggu, 18 Maret 2012

Mengikuti Salah Satu Mazhab

Ketika seseorang, kita, mungkin saya, atau anda, atau orang lain, berbeda pendapat dalam bidang pelaksanaan ibadah, apakah itu sholat, berwudhu', atau zakaat, selalu kita pada akhirnya menyatakan, kalau aku begini sesuai dengan pendapat guruku, atau sejauh yang aku pelajari, seperti juga guruku, dan aku sependapat dengannya, dan juga sesuai dengan imam mazhab Syafi'i yang aku ikuti juga mengatakan demikian.

Beribadah sebagian wajib dilakukan oleh orang muslim. Beribadah banyak cara dan jenisnya dalam Islam, ada yang wajib dilakukan dan ada pula yang sunat. Dari sekian banyak ibadah baik yang sering dilakukan maupun yang jarang dilakukan, ada satu syarat ketentuan dalam beribadah, yaitu, ibadah itu harus mengikuti ketentuan syari'ah, atau sesuai dengan tuntunan yang diajarkan nabi Muhammad saw.

Begitu banyak ibadah, dan tata caranya, maka timbullah ilmu fiqih, yaitu ilmu tentang hukum-hukum dan tata cara melakukan ibadah. Hukum-hukum halal dan haram, sunat dan makruh, mubah yang dibolehkan dan yang dilarang. Tata cara sholat, cara bersuci termasuk berwuduk dan tayamum, tata cara mengurus jenazah dan sebagainya. Dengan berkembangnya ilmu hukum Islam dan Fiqih, maka banyak orang yang salah dalam memandang Islam. Asal dikatakan atau cerita masalah Islam, maka yang teringat olehnya masalah halal dan haram, masalah sunnah dan bid'ah dan sebagainya. Cara pandang Islam dari segi Fiqih dan hukum saja, menyebabkan kita banyak terjebak pada perselisihan pendapat antara ulama-ulama fiqih, yang biasa kita kenal dengan Khilafiyah.

Padahal Islam tidak hanya Fiqih saja. Banyak hal lain dalam Islam. Masalah Akhlak umpanya. Akhlak adalah bagian dari Islam yang mengutamakan prilaku pribadi seseorang, masalah budi pekerti, hubungan sesama manusia. Bagian ilmu Islam ini berkembang dengan nama Tasawuf. Yang biasa juga menyinggung masalah Aqidah, yaitu hubungan kepada Allah dan sedikit masalah Filsafat. Kajian ini biasanya dikaji dengan berbagai cara dan Metode yang disebut dengan Thoriqot, atau biasa disebut dengan Tarekat di Indonesia. Orang yang mengkaji Islam yang memandang Islam hanya dari segi prilaku dan budi pekerti saja, itulah orang-orang yang mempelajari Tarekat. Dalam mempelajari tarekat tidak begitu dipelajari Halal, Haram dan Bid'ah. Mereka berpendapat hakekatnya mendekat diri pada Tuhan, dengan banyak berzikir dan beribadah. Pandangan seperti ini salah juga, karena melakukan ibadah harus berdasarkan tuntunan dan contoh yang diajarkan rasulullah saw. Kalau tidak demikian ibadah tidak boleh dilakukan.



Cara pandang Islam Yang Menyeluruh
Pandangan yang benar terhadap Islam adalah memandah Islam secara utuh, Keseluruhan ( Syumuliah ). Memandang Islam dari berbagai segi. Hukum Fiqih, Akhlaq dan Aqidah dan sebagainya. Memandang Islam secara sebagian-sebagian menyebabkan terjadi kesalahan dan kesesatan. Contoh memandang Islam secara Ilmu Hukum dan Fiqih saja, menyebabkan terjebak pada pertentangan pendapat antar mazhab, dan terjadi perpecahan di tubuh ummat, timbul perselisihan dan cekcok. Ini akibat memandang Islam tidak secara keseluruhan. Sebagian-sebagian. Hanya dikaji yang mana yang halal dan haram, yang mana yang sunnah dan yang bid'ah yang dilarang dalam Islam. Sehingga dari mulutnya yang keluar adalah kata-kata haram, dan bid'ah saja, ketika harus dihadapkan pada problematika masyarakat. Contoh lain, memandang Islam dari segi Tasawuf saja, mengakibatkan tidak jelas lagi aturan yang harus ditegakkan, Tidak tahu lagi mana yang wajib harus diikuti, dan mana kegiatan yang dapat menggelincirkan pengikutnya jadi keluar dari agama Islam. Banyak pelaku Tarekat jatuh pada kesesatan yang berpendapat tidak perlu sholat lagi. Hal ini tentunya sudah menyalahi dari ajaran dan ketentuan Rasulullah saw. Masalah sholat adalah ibadah yang penting dalam hakekat penyembahan atau pengabdian pada Allah SWT. Sholat itulah hakekat penyembahan pada Allah semata, dan itulah ibadah yang sebenarnya yang telah ditentukan oleh nabi saw. Ibadah-ibadah lain, selain yang diajarkan nabi muhammad saw kepada kita dilarang dilakukan.

Islam pertama kali di dakwahkan Rasulullah adalah "Laa ilaaha illallah" Tiada tuhan selain Allah. Berarti masalah Aqidah yang diutamakan dan yang pertama sekali ditanamkan pada ummat Islam. Bukan fiqih. Seandainya Fiqih duluan, tentunya rasulullah yang pertama sekali diajarkannya adalah Sholat dan perangkat-perangkatnya seperti bersuci dan berwudhu'. Tetapi Rasul tidak mengajarkan sholat duluan.

Dalam mengajarkan hukum-hukum Islam dan Tata cara pelaksanaan Ibadah, pada pengikutnya Rasul ketat dan detail. Namun demikian karena begitu banyaknya lapangan kehidupan, tidak semuanya dijelaskan secara detail, cukup hal-hal pokok, seperti Sholat, zakat, haji, warisan dan sebagainya. Sedangkan hal-hal yang bersifat teknis keduniaan, seperti pertanian, cara perhitungan kalender, dan sebagainya, rasul menyerahkan pada keahlian masing-masing.

Dalam mendalami ilmu fiqih, maka tidak semua dapat dimengerti dengan gamblang, oleh karena itu setiap ulama fiqih (imam-imam mazhab) berbeda-beda dalam penafsiran ayat-ayat hukum, dan hadis-hadis nabi saw. Contoh: Dalam hal yang membatal wudhu', Dalam ayat quran dijelaskan bersentuhan kulit lelaki dan perempuan membatalkan wudhu'. Sedangkan ada hadits shahih yang diriwayatkan Aisyah ra1, menyatakan bahwa bersentuhan kulit lelaki dan perempuan tidak membatalkan wudhu'. Hal yang sepertinya bertentangan ini menimbulkan persepsi dan penafsiran yang berbeda antar ulama fiqih. Imam Sayafi'i menyatakan batal wudhu' ketika bersentuhan kulit laki-laki dan perempuan, sedangkan imam Hanafi dan imam Hambali menyatakan tidak batal.2

Dari perbedaan pandangan dan penafsiran inilah timbul perbedaan pendapat para ulama fiqih, yang disebut juga mazhab, aliran pemikiran atau pendapat ahli tersebut.

apa itu mazhab?
Mazhab yaitu aliran pemikiran atau pendapat para ahli hukum, sehingga pendapatnya dapat dijadikan rujukan, panutan, dan dasar pengambilan keputusan hukum, disebabkan karena tingginya ilmu yang telah ia kuasai, kepahamannya terhadap ilmu tersebut, Keluasan ilmu dan penguasaannya terhadap ilmu tersebut tidak dapat diragukan lagi. Dalam hal mazhab yang kita bahas kali ini, kepahamannya terhadapa ilmu agama Islam dan Fiqih Islam sudah tidak dapat diragukan lagi. Penguasaan bahasa Arab, sampai ke berbagai dialek suku Quraisy, tata bahasa dan sebagainya, Hapal Al Qur'an 30 Juz sampai kepada berbagai Tafsir dan Sebab-sebab turunnya ayat, Hapal ratusan bahkan mungkin ribuan Hadits. Sehingga orang yang seperti ini memang jika ia berkata satu hukum Islam, atau dia berijtihad, karena tidak dijumpai olehnya dalil yang menunjukkan kearah itu maka, perkataannya atau ijtihadnya, mendekati benar, atau kemungkinan ijtihadnya benar adalah 80 sampai 90 persen.

Mazhab yang menjadi rujukan dalam Islam ada empat. Sebenarnya ada banyak mazhab, tetapi yang terkenal dan menjadi rujukan orang adalah yang empat ini, yaitu: Hanafi, Maliki, Syafi'i, dan Hambali.

  1. Imam Hanafi
    Imam Abu Hanifah, atau nama aslinya Imam Abu Hanifah Nu'man bin Tsabit, Beliau di lahirkan di Kufah Irak tahun 80 Hijriah dan Meninggal di Baghdad Irak tahun 150 Hijriah. Dari Kufah ia belajar dan mengembangkan pemikirannya di Baghdad. Beliau ahli ilmu Fiqih dan pandai mengistimbath hukum berdasarkan Alquran. Beliau yang disebut-sebut sebagai penyusun ilmu Fiqih pertama sekali.
    Imam Abu Hanifah berkata "Aku berpegang pada kitab Allah, aku berpegang pada sunnah Rasulullah saw,kemudian yang tidak aku dapatkannya dalam kitab Allah dan Sunnah Rasulullah saw, aku berpegang pada perkataan-perkataan sahabat Beliau, aku akan berpegang pada perkataan orang yang aku kehendaki diantara mereka. Dan aku meninggalkan perkataan mereka yang mengambil perkataan selain dari mereka" (Riwayat ibnu Ma'in)3. Selanjutnya Imam Hanafi berkata: " Tidak halal bagi seseorang berpegang pada perkataan saya, selagi ia tidak mengetahui dari mana saya mengambilnya".4
    Banyak sahabat-sahabatnya mempelajari dan mengoreksi mazhabnya. Sahabat-sahabatnya tersebut adalah Abu Yusuf, Muhammad bin Hasan, dan Zufar. Sahabat-sahabatinya tidak mengikuti mazhab Hanafi tetapi membuat mazhab sendiri-sendiri. Mazhab Hanafi ini banyak tersiar di Baghdad, Parsi, Bukhara, Mesir, Syam, dan tempat-tempat lain.

  2. Imam Maliki
    Nama sebenarnya Malik bin Anas Al Ashbahi. Beliau dilahirkan di Madinah tahun 93 Hijriah dan meninggal tahun 170 Hijriah. Beliau adalah seorang ahli hadits, yang mengarang kitab al-Muwatta' yang terkenal itu. Beliau menulis kita al-Muwatta' itu berdasarkan anjuran Khalifah Manshur, yang bertemu dengan beliau ketika Khalifah Manshur melaksanakan Haji. Imam Malik menyusun pendapat mazhabnya berdasarkan empat sumber, yaitu Kitab suci Al-Quran, Sunnah Rasul, ijma' para sahabat, dan qiyas. Dasar yang terakhir jarang sekali ia pergunakan karena ia adalah seorang ahli hadits.Imam Malik pernah berkata: "Sesungguhnya aku hanyalah seorang manusia yang salah dan benar. Maka perhatikanlah pendapatku. Setiap pendapat yang sesuai dengan Kitab dan Sunnah, ambillah dan setiap yang tidak sesuai dengan Al-Kitab dan Sunnah, tinggalkanlah"5. Beliau mempunyai sahabat-sahabat atau murid-murid yang banyak, diantaranya Imam Syafi'i, Al-Laitsy bin As'ad, Abu Ishaq Al Farazi. Pengikut mazhab ini banyak terdapat di Tunisia, Tripoli, Maghribi, dan Mesir.

  3. Imam Syafi'i
    Nama selengkapnya adalah Imam Syafi'i Muhammad bin Idris, lahir di Khuzzah tahun 150 Hijriah, kemudian pindah ke Mekah dan bersyafar ke Medinah. Imam Syafi'i meninggal di Mesir tahun 204 Hijriah. Imam Syafi'i adalah keturunan suku Quraisy. Sewaktu umur 7 tahun beliau sudah hapal Al-Qur'an, dan ketika dia beranjak berumur 10 tahun beliau sudah hapal kitab al-Muwatta' karya Imam Maliki, guru beliau. Pada umur 20 tahun Ia telah mendapat izin dari Muslim bin Khalid gurunya untuk berfatwa. Pada usia ini pula Imam Syafi'i mulai berguru pada Imam Malik di Madinah. Dan pada Usia yang sama dia juga melakukan perjalanan ke Irak, dan bertemu dengan Imam Abu Hanifah, dan meneruskan perjalanannya ke Persia. Perjalanan yang memakan waktu kurang lebih dua tahun ini banyak menambah pengalaman dan pengetahuan Imam Syafi'i dalam bidang kehidupan. Kemudian di minta oleh khalifah Harun al-Rasyid untuk menetap di Baghdad. Disinilah beliau menyebarkan pendapat dan pandangan-pandangannya yang diterima oleh banyak kalangan. Negara yang mengikuti mazhab Syafi'i adalah Mesir, Kurdistan, Yaman, Adden, Hadaramaut, Makkah, Pakistan dan Indonesia

  4. Imam Hambali
    Nama selengkapnya Ahmad bin Muhammad bin Hanbal bin Hilal. Beliau dilahirkan di Baghdad Irak, dan meninggal dunia pada hari Jum'at tanggal 12 Rabi'ul awal tahun 241 Hijriah. Beliau Belajar sejak kecil di Baghdad, Syam, Hijaz, dan Yaman. Imam Hambali ini adalah murid Imam Syafi'i. Imam Syafi'i memuji beliau Ahmad bin Hambal dengan mengatakan tidak aku tinggalkan di Baghdad seorang yang lebih taqwa, lebih alim, lebih wara', selain Ahmad bin Hambal yang telah banyak menghapal hadits. Dalam memberikan Fatwa dia sangat berhati-hati betul, ada atau tidak dalil, atau atsar sahabat mengenai suatu perkara. Dalam pertimbangan Fatwa Imam Hambali memakai Dalil Qur'an dan Hadits, seterusnya fatwa sahabat, kemudian Hadits lemah dan mursal yang tidak menyalahi hadits-hadits lain, kemudian yang terakhir adalah qiyas, dipakai jika tidak ada jalan lain.

Sebenarnya ada banyak Mazhab, seperti yang telah diceritakan bahwa anak murid dari Imam Hanafi, tidak mengikuti sepenuhnya mazhab Imam Hanafi, tetapi malah membuat mazhab sendiri-sendiri. Selain yang empat itu sebenarnya ada Mazhab Hasan al-Basri, Mazhab AtTsaury ibnu Abi Layla, Mazhab Auza'iy, Mazhab Al-laits, semuanya itu mempunyai ajaran dan pendapatnya sendiri-sendiri.

Mazhab Modren
Sekarang ini masih berkembang mazhab, yang memberikan warna ajarannya sendiri, yang mempunyai ciri khusus.Mazhab ini lahir berupa pergerakan dakwah, jamaah pengajian, maupun aliran pemikiran dan sebagainya. Membutuhkan waktu yang mendalam untuk meneliti satu persatu setiap jamaah yang ada.

Haruskah mengikuti mazhab tertentu?
Tidak ada satu aturan atau ketentuan yang mengharuskan kita untuk mengikuti salah satu mazhab. Tetapi sebagai orang yang belum banyak mengetahui seluk-beluk agama Islam sebaiknya mengikuti salah satu mazhab yang diyakini paling benar, jika ditinjau dari dalil dan argumen yang ia kemukakan.Jika kita belum tahu benar dalil (ayat Quran maupun Hadits) yang menjadi dasar ditetapkannya sebagai hukum oleh ahli fiqih mazhab, sebaiknya kita mengikuti salah satu mazhab tentang perkara yang diperselisihkan, sampai kita mengetahui dasar hukum ditetapkannya perkara tersebut. Allah berfirman:
فَسْـَٔلُوٓا۟ أَهْلَ ٱلذِّكْرِ إِن كُنتُمْ لَا تَعْلَمُونَ
maka bertanyalah kepada orang yang mempunyai pengetahuan jika kamu tidak mengetahui,(QS An Nahl : ayat 43)

Dari ayat diatas kita diperintahkan untuk bertanya pada yang lebih ahli, jika kita tidak mengetahui sesuatu perkara.

Contoh penerapan: Mengenai air musta'mal, yaitu air bekas bersuci atau berwudu', yang menurut Imam Safi'i adalah dilarang memakainya karena air bekas bersuci tidak dapat dipakai lagi untuk bersuci, walaupun hanya setetes. Setetes air bekas wudhu' yang menetes ke wadah tempat air, yang digunakan untuk berwudhuk, maka air dalam wadah tersebut harus diganti dan tidak boleh lagi untuk berwudhu'. Imam Hanafi, dan Imam Hambali, tidak sependapat demikian. Jika saya memilih pendapat Imam Syafi'i, dengan alasan, air bekas wudhu' sudah dikotori dengan keringat seseorang, kena daki dan debu yang telah menempel ditubuh seseorang.6 Jadi, sepertinya pendapat mengenai dibolehkannya memakai air berulang-ulang, dari bekas wudhu' sepertinya bertentangan dengan ajaran Islam pada umumnya, yang mengajarkan hidup bersih dan suci. Pemakaian air musta'mal dibolehkan hanya pada kondisi darurat, tidak ditemukannya air, atau pada tempat sangat susah ditemukan air, seperti di padang pasir.

Pendapat para Imam Mazhab mengenai pengikutnya
Pada intinya keempat Imam sepakat untuk tidak fanatik, atau taqlid buta, mengikuti mazhabnya. Pada umumnya mereka mengatakan bahwa jika ada dalil, baik Al-Qur'an maupun Hadits, lebih shahih, lebih jelas pegangannya, maka para imam itupun mengikut paham yang lebih kuat dalilnya.

Talfiq dan Takhayyur
Talfiq adalah tebang pilih. Yaitu memilih-milih pendapat yang ringan-ringan saja dari berbagai mazhab. Sikap yang semacam ini menodai semangat mencari kebenaran. Sikap ini dilakukan oleh orang yang lemah imannya, malas melakukan ibadah dan amal shaleh, dan tidak peduli dengan kebenaran. Kalau ini dilakukan mengapa tidak sekalian saja tidak beragama? Istilah Talfiq ini dilontarkan oleh orang yang pengikut fanatik mazhab. Mereka berpendapat, jika mengikut salah satu mazhab maka, tidak boleh melaksanakan yang ringan-ringan saja dari hukum mazhab tertentu (Talfiq). Jika ingin mengikuti salah satu mazhab, maka hendaklah mengikuti keseluruhan pendapatnya. Pendapat seperti ini menyalahi pendapat Imam itu sendiri, jika ada dalil yang lebih kuat harus berpegang pada dalil yang lebih kuat maka tinggalkan pendapat imam tersebut, karena imam tersebut juga manusia, bisa salah, bisa juga benar.
Takhayyur yaitu: memakai paham mazhab setempat karena tidak memungkinkan memakai mazhab yang diikuti karena masyarakat kebanyakan pada umumnya di tempat itu berlainan mazhab dengan yang diikuti. Contoh: Orang Indonesia yang menganut paham mazhab Syafi'i, yang berkeyakinan bersentuhan kulit laki-laki dan perempuan wudhu' jadi batal. Sedangkan dia berada di negara yang masyarakat pada umumnya di negara tersebut bermazhab hambali, yang tidak berkeyakinan bersentuhan kulit, laki-laki dan perempuan batal wudhu'. Maka orang Indonesia ini, mengikut mazhab Hambali, karena tidak memungkinkan memakai paham mazhabnya karena orang lain tentunya tidak saling menjaga jarak setelah berwudhu'. Sikap Takhayyur ini masih dibolehkan karena adanya kondisi keadaan yang memaksa dia berbuat seperti paham masyarakat pada umumnya.

Sampai dimana pengetahuan kita terhadap mazhab yang kita ikuti?
Bagaimana kita mengatakan kita sebagai pengikut salah satu mazhab tetapi jika sebenarnya kita tidak mengetahui sama sekali ajaran mazhab yang kita ikuti? Bukankah itu sebenarnya lebih parah dari pada Talfiq yang baru saja kita bicarakan? Banyak dari orang Indonesia, mengaku pengikut mazhab Syafi'i sangat fanatik, membela mati-matian mazhabnya, tetapi pernah kita bertanya pada diri sendiri sampai sejauh mana kita memahami ajaran mazhab kita sendiri? Jika kita tidak tahu mengenai ajaran mazhab kita maka kita sebenarnya bukan pengikut dari mazhab itu. Artinya kita tidak perlu bela-bela mazhab yang sebenarnya kita tidak termasuk kedalam mazhab tersebut.

Hakekat dan Syari'at
Istilah ini diambil dari istilah orang yang mengkaji tasawuf. Tapi saya pakai dengan makna lain. Yang saya maksud dengan hakekat disini adalah maksud dari diterapkannya syari'at bagi manusia, contoh: Pada hakekatnya kita diperintahkan menutup aurat, bagaimana model pakaian yang dapat menutup aurat itu, tergantung teknis masing-masing. Pakai surban, pada hakekatnya adalah agar rambut tidak berserakan dan menghalangi wajah dan kening ketika bersujud. Bagai mana pakaiannya apakan pakai kain pengikat seperti surban, pakai peci, pakai kupiah, atau topi, itu tergantung dari teknis dan adat setempat. Kalau di Jawa mungkin sholatnya pakai blangkon, Di daerah Melayu seperti Riau pakai ikat kepala, itu semua tidaklah menjadi masalah. Yang mesti seperti rasul percis itu hanya ibadah seperti sholat, haji, dan lain-lain, karena ada hadits yang mengatakan "Sholatlah kamu sebagaimana kamu lihat aku sholat". "Ambilah manasik haji yang seperti aku lakukan" dan sebagainya.
Syari'at syari'at adalah ketentuan hukum yang berlaku, dan tidak boleh dirobah-robah atau diperbarui. Biasanya berkaitan dengan ibadah, seperti, sholat, puasa, hajji, aqiqah, qurban, dan sebagainya, atau hukum-hukum yang sudah tetap dalilnya dalam al-qur'an maupun sunnah seperti haramnya daging babi, khamar, zina dan sebagainya hal ini tidak dapat dirobah-robah harus mengikuti ketentuan rasulullah saw. Sedangkan yang lain selain dari pada syari'at yang di tetapkan seperti hal-hal teknis hanya diperlukan hakekatnya. Contoh lagi pergi hajji ketanah suci, di tanah suci, tata cara hajji sudah ditetapkan oleh rasulullah, hanya saja menuju tanah sucinya pakai kendaraan apa, pakai kapal, naik pesawat, naik unta, atau jalan kaki tidak di tetapkan, asal maksud tercapai, semua sah-sah saja. Pada hakekatnya 'kan sampai ke tanah sucinya dulu. Mau pakai kendaraan apa terserah.

Sunnah dan Bid'ah
Supaya lebih jelas pembahasan ini saya terangkan masalah bid'ah dulu. Bid'ah yaitu segala sesuatu hal yang baru, inovasi baru, temuan baru, cara baru dan sebagainya diluar seperti yang dicontohkan rasul. Perbuatan bid'ah ini tidak boleh dilakukan dalam agama Islam, terutama dalam hal Ibadah. Sedangkan Sunnah yaitu segala sesuatu yang diperintahkan, dicontohkan dan disenangi rasulullah saw adalah sunnah. Seperti yang telah diterangkan bahwa yang patut percis seperti tuntunan rasul itu hanya hal ibadah. Sedangkan yang lain selain ibadah tidak perlu ikut percis. Asal hakekatnya tercapai, semua jadi sah-sah saja. Contoh: beperang pada zaman rasul pakai pedag kendaraan unta dan kuda, pada hakekatnyakan melawan musuh. Zaman sekarang perang tentunya tidak pakai pedang lagi, asal hakekatnya melawan musuh, apapun senjatanya, terserah. Jadi untuk mengikuti sunnah, kita tidak perlu harus berkendaraan unta, karena ada mobil yang lebih baik, kenapa pakai unta?

Kesimpulan
Cara pandang Islam yang menyeluruh, bukan sebagian-sebagian, itulah cara pandang Islam yang benar.
Cara pandang pada sebagian saja misalnya pada tatanan fiqih saja maka, akan berujung pada Khilafiyah, dan konflik sesama muslim.
Kita harus mengikut mazhab yang ada, mengetahui dalil-dalilnya, jika kita tidak begitu banyak tahu mengenai hukum-hukum syari'at. Tetapi hal itu bukanlah menjadi ketentuan yang harus kita lakukan, karena semuanya terpulang pada diri kita sendirilah yang bertanggung jawab di mahkamah robbul izati, akan mempertanggung jawabkan akal yang telah diberikan Allah kepada kita.
Imam-imam mazhab ada empat semuanya tidak memerintahkan untuk ta'at kepada mazhabnya. Dan dalil al-Qur'an dan Sunnah (Islam)pun tidak ada memerintahkan demikian.
Tidak boleh Talfiq memilih yang ringan-ringan saja dari hukum-hukum mazhab tersebut, tetapi harus mencari yang mana diyakini yang paling benar, walaupun yang benar itu berat terasa jika dilaksanakan.
Dalam menentukan Sunnah dan Bid'ah janganlah terlalu cepat menarik kesimpulan jika tidak ada pada sunnah adalah bid'ah, hal itu belum tentu demikian. Atau sebaliknya membiarkan segala macam bid'ah yang dilakukan masyarakat, dengan alasan bahwa sesuatu itu tidak semua ada dalilnya, ini juga salah.

Catatan Kaki:
  1. Hadits ini cukup populer bagi pembela bersentuhan kulit laki-laki dan perempuan tidak membatalkan Wudhu', tapi sayang saya belum mendapatkan teks tertulisnya. Ini hadits saya dapat dari muballigh yang sedang wirid. Katanya derajat hadits Mutawatir, dan Shahid. Hadits ini pernah juga saya baca, tetapi saya lupa pernah baca dimana. Bunyi Hadis kira-kira sebagai berikut: Dari Aisyah ra, berkata: Disuatu malam aku bangun dari tidur, tidak mendapati rasulullah saw berada disisiku. Aku meraba-raba disekitar tempat aku tidur. Aku menyentuh betis rasul saw yang sedang sujud melakukan sholat malam. Tetapi beliau terus sholat, dan aku menunggunya sampai rasulullah menyelesaikan sholatnya. Ketika telah selesai, aku bertanya pada rasul: "Mengapa engkau teruskan sholat sementara aku telah menyentuh kakimu, bukankah bersentuhan kulit laki-laki dan perempuan membatalkan wudhu'? Rasul Menjawab: "wahai Aisyah, ketahuilah bahwa bersentuhan kulit laki-laki dan perempuan tidak membatalkan wudhu'.
  2. Mengenai hal batalnya wudhu', ketika bersentuhan kulit laki-laki dan perempuan, akan saya bahas pada posting blog pada masa akan datang, kalau ada kesempatan insya Allah.
  3. Riwayat ibnu Ma'in dalam kitabnya Tarikh-nya no 4219, lihat Manhaj As Salafi India, Syaik Muhammad Nasiruddin Albani
  4. Ibnu 'abdil Bar, al-intiqo'u fi fadha'il its-tsulatsati dalam Muhammad Nashiruddin Albani, 1992, Sifat Shalat Nabi, Gema Risalah Press Bandung. hal 14.
  5. Ibnu 'Abdi Bar, Jami' dalam ibid., hal 16
  6. Mengenai perkara air musta'mal ini mungkin akan dibahas pada posting blog yang akan datang kalau ada kesempatan insya Allah.

Selasa, 25 Agustus 2009

Adab Menuntut Ilmu


Ilmu sangat penting bagi seorang muslim. Menuntut ilmu itu adalah wajib sebagaimana hadits menerangkan:

أطلب علم فرضة على كل المسلمين و المسلمات

Menuntut ilmu wajib bagi setiap muslimin laki-laki maupun perempuan. [Al-Hadits]

Didalam Al-Qura'an banyak sekali menganjurkan kita untuk berfikir, menggunakan akal, mengkaji lebih dalam dengan ungkapan afala yatafakarun, apakah mereka tidak berfikir, afala ya'qiluun, apakah mereka tidak menggunakan akal, afala yatadabaruun, apakah mereka tidak mengkaji, dan sebagainya.

Oleh sebab itu orang yang beriman dan berilmu mendapat tempat disisi Allah lebih tinggi beberapa derajat karena pentingnya ilmu yang dimilikinya.
Sebagaimana firman Allah ta'ala:

وا يَرْفَعِ اللَّهُ الَّذِينَ آمَنُوا مِنكُمْ وَالَّذِينَ أُوتُوا الْعِلْمَ دَرَجَاتٍ

niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat.

Bahkan Allah menyatakan Hanya orang-orang yang berilmulah yang hatinya merasa takut pada Allah subhanahu wata'ala.
Firman Allah:

إِنَّمَا يَخْشَى اللَّهَ مِنْ عِبَادِهِ الْعُلَمَاء إِنَّ اللَّهَ عَزِيزٌ غَفُورٌ

Sesungguhnya yang takut kepada Allah di antara hamba-hamba-Nya, hanyalah ulama. Sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Pengampun. [QS: Faathir ayat 28]

Banyak orang Islam yang berilmu pengetahuan menjagi pencerahan pemikiran Eropa abad pertengahan yang berada pada abad kegelapan. Modernitas yang kita rasakan sekarang ini tidak terlepas dari pemikir-pemikir dan Ulama Muslim yang memberikan sumbangan terhadap kemajuan zaman yang kita kecap sekarang ini. Lihatlah seperti Ibni Shina, seorang ilmuwan [Ulama] muslim yang ilmunya tentang obat-obatan dan kedokteran masih dipakai dan menjadi referansi oleh orang-orang Barat Eropa dan Amerika sampai sekarang ini. Juga Ibnu Rush, seorang pemikir politik dan sosial juga menjadi referensi barat dan ilmu menjadi bahan kajian sampai sa'at sekarang ini. Ibnu Khaldun, adalah seorang pemikir muslim tetapi sebagai dasar ilmu dan penemu ilmu sosiologi sampai sekarang. Al Khemy, adalah seorang ilmuwan kimia yang juga ulama muslim yang dulunya menjadi dasar ilmu-ilmu kimia. dan banyak lagi seperti Al-Faraby, Al Kindy, Al-Jabbar, Ibnu Jabbir, dan banyak lagi.

Ini ilmuwan yang membuat cemerlang dunia Islam sa'at itu. Kini orang Islam berhenti, mempelajari ilmu pengetahuan, karena terkagum-kagum akan ilmu pengetahuan modern yang dipersembahkan barat. Akhirnya membuat ummat Islam semakin terpuruk.

Padahal mempelajari ilmu pengetahuan bagi ummat islam adalah wajib. Tetapi ummat Islam lupa.

Saya kutip pendapat seorang pemikir dan ilmuwan barat yang mengamati fenomena mundurnya kemajuan ummat Islam Ia adalah seorang ilmuwan sosial, sejarah, filsafat peradaban bernama Max weebber. Ia berkesimpulan bahwa mundurnya Ummat Islam akibat mereka meninggalkan agamanya. Dan Majunya orang barat karena meninggalkan agamanya. Sama-sama meniggalkan tetapi hasilnya satu mengalami kemajuan dan yang satunya lagi mengalami kemunduran.

Artinya kita sekarang telah tertipu oleh barat, dengan kemajuan teknologi yang dibawanya seakan-akan merekalah yang pembawa kebenaran. Padahal kebenaran yang mereka bawa adalah berasal dari Islam.

Ummat Islam sekarang seperti terpukau oleh kemegahan ilmu pengetahuan barat sehingga mereka {ummat Islam} luput dari mengkaji ilmu pengetahuan sendiri karena sudah begitu patuhnya terhadapa aturan barat dalam penelitian. Salah satu kelemahan Ilmu barat dalam kajian ilmu pengetahuan adalah terkotak-kotaknya ilmu dalam spesialisasi bidang kajian yang kecil-kecil sehingga para ilmuwan banyak terperangkap kedalam lobang-lobang kajian yang sempit dan tidak dapat bergerak lagi.

Salah satu contoh Ilmu Hubungan Internasional yang mengkaji hubungan politik antar negara, perang, diplomasi damai, yang terpatok pada masalah itu saja sehingga tidak dapat menerangkan fenomena berkembangnya kekuatan Islam dimasa globalisasi sekarang ini. Berkembangnya kekuatan Islam di masa globalisasi sekarang terasa aneh karena bertentangan dengan teori Hubungan Internasional yang mengkaji masalah politik dan keamanan negara saja. Padahal aktor dalam perkembangan Islam tidak lagi politik, tetapi sudah berkembang kepada sejarah, agama, psikologi, sosial keagamaan, sosiologi individual dan kelompok dan sebagainya. Sehingga perkembangan Islam hanya dianggap musuh, teroris, tanpa dapat menerangkan bagaimana hubungan itu dapat terjadi.

Dlam Islam dibagi ilmu dunia dan Ilmu agama. Ilmu agama adalah wajib bagi setiap individu muslim baik laki-laki maupun perempuan. sedangkan ilmu dunia yang keahliannya diperlukan selama manusia masih hidup didunia, tetapi ilmu tersebut dibutuhkan turun temurun maka kewajibannya menuntut ilmu tidak wajib untuk setiap orang tetapi apabiala ada satu orang dalam kelompok tersebut maka kewajiban seseorang yang lainnya tidak wajib.

Dalam Istilah islam ada ayat kauniah yang terbentang di alam ada ayat qouliyah yang tertulis dalam al=Qur'an.

Allah ta'ala berfirman dalam surat Ali Imran ayat 190-195:

إِنَّ فِي خَلْقِ السَّمَاوَاتِ وَالأَرْضِ وَاخْتِلاَفِ اللَّيْلِ وَالنَّهَارِ لآيَاتٍ لِّأُوْلِي الألْبَابِ

Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan silih bergantinya malam dan siang terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang berakal,

الَّذِينَ يَذْكُرُونَ اللّهَ قِيَاماً وَقُعُوداً وَعَلَىَ جُنُوبِهِمْ وَيَتَفَكَّرُونَ فِي خَلْقِ السَّمَاوَاتِ وَالأَرْضِ رَبَّنَا مَا خَلَقْتَ هَذا بَاطِلاً سُبْحَانَكَ فَقِنَا عَذَابَ النَّارِ

(yaitu) orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri atau duduk atau dalam keadan berbaring dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (seraya berkata): "Ya Tuhan kami, tiadalah Engkau menciptakan ini dengan sia-sia, Maha Suci Engkau, maka peliharalah kami dari siksa neraka.

Penciptaan langit dan bumi dan silih bergantinya siang dan malam adalah sebagai ayat-ayat Allah yang tercipta di alam yang dapat dibaca melalui pengamatan, penelitian, laboratorium, dengan alat-alat tekhnologi seperti satelit dan sebagainya. Itulah cara-cara membaca ayat-ayat kauliyah yang tercipta oleh alam. Yang sekarang ummat Islam sudah ketinggalan ilmu dan cara membacanya.

Bapak-bapak ibu-ibu serta anak-anak dan remaja yang mulia dan dimuliakan Allah.
Demikian pentingnya ilmu dalam Islam sehingga pun Islam membagi ilmu menjadi ayat-ayat kauniyah dan qouliyah. Disinilah kelemahan ummat Islam sekarang ini kurang mengkaji Ilmu baik ilmu agama maupun ilmu pengetahuan modren sekarang ini, sebenarnya ilmu pengetahuan modren tersebut adalah ayat-ayat kauniyah yang sebenarnya ilmu agama saja.

dalam hadits dijelaskan:

فمن أرد دنيا فإنه بعلم, فمن أرد آخرة فإنه بعلم, فمن أردهما فإنه بعلم

Barang siapa menginginkn dunia maka hendaklah menggunakan ilmu, dan barang siapa menghendaki kehidupan akhirah maka hendaklah menggunakan ilmu, barang siapa menhendaki kedua-duanya maka hendaklah menggunakan ilmu. [Al-Hadits]

Bapak-bapak, ibu-ibu, pemuda, remaja, serta anak-anak yang mulia. Demikianlah sedikit yang saya sampaikan semoga bermanfaat, lebih dan kurang saya mohon maaf, wabillahi taufiq walhidayah assalaamualaikum warahmatullahi wabarakaatuh.

Jumat, 10 Juli 2009

Perbedaan Penetapan Awal Ramadhan


Bulan Ramadhan sudah dekat, ini lah perayaan umat islam yang beriman dengan ibadahnya. Bulan Ramadhan pesta ibadah. Sayangnya bulan ramadhan yang dinantikan penuh berkah tersebut, di Indonesia, selalu diwarnai silang pendapat mengenai penentuan hari pertama dan akhir ramadhan. Ada yang memakai perhitungan semata dan ada mengharuskan dengan melihat hilal. Kita di Indonesia selalu berbeda karena perbedaan pandangan dan prinsip ini. Di Arab Saudi murni memakai hisab, sedangkan di Indonesia masih ada berprinsip wujudul hilal وجود الحلال (munculnya bulan sabit). NU ada kriteria minimal hilal (hilal = bulan sabit) dapat dilihat (imkamur ru’yat) yaitu 2 derajat. Standar Internasional untuk dapat melihat hilal adalah 4 derajat. Ternyata bukan perbedaan antara yang satu pakai hisab dan yang satunya lagi pakai ru’yat saja, tetapi juga pada kriteria antara ahli hisab.

Sebenarnya ketentuan rasulullah saw adalah memastikan hadirnya bulan dengan melihat bulan. Maksudnya setiap ibadah itu harus dipastikan memang waktunya sudah tepat dilaksanakan. Seperti Solat Apabila Matahari telah terbenam maka masuk waktu magrib. Kalau belum terbenam Solat Magrib tidak syah dilaksanakan, karena masuknya waktu magrib dimulai terbenamnya matahari, kalau belum terbenam ya solat magribnya tidak syah. Nah begitu pula puasa. Harus pasti masuknya bulan puasa dengan munculnya bulan sabit.

Sabda Rasulullah saw:
عَنْ اَمِيْرِ مَكَّةََ الحَارِثِ قَالَ:عَهِدَ اِلَيْنَا رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ اَنْ نَنْسِكَ لِلْرُّؤْيَةِ فَاِن لَمْ نَرََهُ وَشَهِدَ شَاهِدَا عَدْلِ نَسَكْنَا بِشَهَادَتِهِمَا. [ رواه : أبو داود والدارقطنى ]
Artinya: Dari amir makkah, Al-Harits Ibnu Hatib, dia telah berkata: “Telah menjanjikan rasulullah saw kepada kami supaya puasa dengan melihat bulan; jika kami tidak dapat melihat bulan itu, supaya kami puasa dengan kesaksian dua orang yang adil. “ (Riwayat: Abu dawud dan Daruquthni)


Begitu kuatnya ketentuan Rasulullah saw sehingga jika tidak dapat melihat bulan perlu saksi dua orang yang adil untuk menggantikan kesaksian akan melihat bulan sabit. Padahal melihat bulan sabit itu tidak mudah. Tetapi orang yang berpegang teguh dengan prinsip harus melihat bulan membantah dengan alasan teknologi yang ada sekarang memungkinkan milihat anak bulan setiap saat yaitu: ada Satelit Hubble.

Kalau kita dalami riwayat yang ada ketika zaman tabi’in, mereka paling tahu bagaimana ketentuan rasulullah tentang penetapan bulan Ramadhan tersebut. Sehingga pada suatu tempat yang daerahnya lebih tinggi dapat melihat bulan sabit lebih dahulu, tetapi daerah yang lebih rendah terlambat melihat hilal, maka awal puasa mereka berbeda, boleh kita simak riwayat berikut:

Dari Kuraib, sesungguhnya dia telah diutus oleh Ummul-Fadhli ke Syam untuk menemui Muawiyah. Katanya: Saya sampai di Syam, lalu saya selesaikan keperluan Ummu-Fadhli. Sewaktu saya di Syam itu terjadilah Ru’yat Hilal Ramadhan. (penampakan bulan sabit bulan Ramadhan) Saya melihat bulan sabit pada malamJjum’at, kemudian saya kembali ke Madinah pada akhir bulan. Abdulah bin Abbas bertanya pada saya, katanya: “Bila kamu melihat bulan?” Saya jawab: “Pada malam Jum’at.” Abdullah bertanya lagi: “kamu sendiri melihatnya” Saya jawab: “Ya, saya sendiri melihatnya dan orang banyakpun melihatnya pula lalu mereka puasa, dan Muawiyahpun puasa.” Kemudian berkata Abdullah: “Tetapi kami melihat bulan pada malam sabtu, maka kami teruskan puasa sampai cukup tiga puluh atau sampai kami melihat bulan.” Lalu saya bertanya: “Apakah tidak cukup, dengan Muawiyah melihat bulan dan berpuasanya?” (Maksudnya Apakah dengan ditetapkan awal bulan Ramadhan diawali dengan terlihatnya bulan sabit oleh Muawiyah dan keputusan puasa keesokan harinya tidak cukup bukti dan alasan yang kuat untuk menyatakan bahwa hari Jum’atlah awal bulan Ramadhan?) Jawab Abdullah: “Tidak! Begitulah yang diperintahkan Rasulullah saw (Riwayat jama’ah ahli hadis kecuali Bukhari dan Ibnu Majah)

Karena ada perbedaan georafis antara Syam dan Madinah maka kedua daerah tersebut berbeda dalam penentuan awal ramadhan ketika itu, karena masing-masing berbeda waktu dalam melihat hilal.

Kalau dianalogikan dengan perbedaan antar Syam dan Medinah maka penggunaan satelit yang tingginya jauh dari permukaan bumi maka tidak dapat dijadikan patokan. Karena perbedaan Syam dengan Medinah dalam penentuan awal ramadhan dikarenakan tinggi Syam berada pada dataran tinggi karena daerah berbukitan, sedangkan Madinah lebih rendah karena berada di lembah pegunungan Paran. Selain itu Syam dan Madinah berbeda letak (lintang dan bujur koordinat) Geografis. Madinah di Timur Syam dan Syam di sebelah Barat Madinah, sehingga ada kemungkinan ketika malam jum’at hilal muncul lebih dahulu di Madinah dengan ketinggian kurang dari 2 derajat sehingga tidak terlihat, tetapi ketika sudut koordinat rotasi bumi dan peredaran bulan hingga di Syam sudah sama atau lebih dari 2 derajat, sehingga bulan sabit muncul di Syam. Jadi orang penduduk Madinah ketika itu baru dapat melihat munculnya hilal pada malam Sabtu.

Jika perbedaan karena tinggi rendahnya wilayah pengamatan dengan ketinggian setinggi bukit saja dapat menimbulkan perbedaan, bagaimana perbedaan tinggi antara daratan dengan satelit Hubble? Tentunya alasan bahwa bulan dapat dilihat dengan satelit tidak dapat diterima karena tinggi satelit pasti lebih tinggi dari puncak bukit, Memang Satelit Hubble dapat melihat bulan dengan tanpa halangan awan tetapi dengan ketinggian seperti itu harusnya yang ikut puasa menurut pengamatan satelit harus puasanya di satelit, karena supaya sama tingginya dengan satelit tersebut. (bercanda).

Nah dari riwayat diatas berarti penggunaan satelit hanya dapat melihat akan munculnya bulan sabit pada koordinat satelit, tidak berada pada permukaan bumi. Dengan demikian antara Satelit dengan darat dapat diibaratkan seperti Syam dan Madinah dalam contoh kasus diatas.
Dalil yang dipakai oleh Ormas Muhammadiyah dalam menentukan bulan Ramadhan

Kalau kita analogikan dengan ibadah sholat. Sholat syah dilakukan apabila telah masuh waktu. Misalnya Magrib sholah wajib dan syah dilaksanakan ketika telah masuk waktu magrib ditandai dengan terbenamnya matahari. Jadi lihat dulu matahari baru lakukan sholat. Bagaimana jika matahari tidak kelihatan misalnya karena mendung yang sangat tebal, kabut selesai hujan, kabut asap, kabut debu dan sebagainya. Ulama seluruh dunia sepakat, tanpa perbedaan, bahwa sholat dilakukan dengan melihat jam, walaupun matahari kelihatan karena tidak begitu praktis maka peredaran matahari digantikan dengan perhitungan jam. Kalau dalam mengerjakan sholat dapat disepakati dengan perhitungan jam. Kenapa penentuan waktu (hari) puasa tidak disepakati dengan menggunaka perhitungan pula? Mengingat penampakan bulan sabit tidak selalu dapat dilihat didaratan karena terlindung awan. Teropong secanggih apapun kalau cahaya bulan itu terlindung awan tebal tetap tidak bisa dilihat. Lagi pula ada masa-masa bulan sabit itu tidak dapat dilihat apabila bulan sabit muncul dibawah ufuk, terlindung oleh permukaan bumi sendiri. Kesepakatan menggunaka hisab mungkin dapat mempermudah umat islam dalam menentukan hari awal ramadhan, seperti kita ibadah sholat, cukup dengan melihat jadwal sholat dan melihat jam. Bagaimana dengan Puasa? Mungkin cukup dilihat di komputer yang ada program perhitungannya, sehingga oleh pemerintah dapat ditetapkan harinya.

Kabar dari Palestina tentang Upaya Gencatan Senjata.

Osama Hamdan: Gerakan Hamas berupaya dengan segala kekuatan dan efektivitas untuk mengakhiri perang di Gaza dan mengintensifkan upaya untuk ...