Islam agaman yang mengedepankan rasio, atau akal dalam melaksanakan agamanya. Tidak cukup hanya iman saja, tanpa akal yang mempertimbangkannya. Kita tidak dapat melaksanakan sholat jika akal kita sedang tidak dapat berfungsi dengan baik. Allah melarang hambanya sholat dalam keadaan mabuk,
ada tiga belas ayat dalam al Qur'an yang mempertanyakan "Apakah kamu tidak mempergunakan akal?" اَففَلَا تَعْقِِلُونْ , artinya betapa pentingnya menggunakan akal dalam beragama Islam. Akal adalah potensi yang diberikan dan diciptakan tuhan bagi manusia, sangat sayang dan tidak bertanggung jawab namanya jika tidak dipergunakan.
Sedangkan lebih dari tujuh ratus lima puluh ayat (> 750) menurut syaikh Thanthowi adalah ayat kauniyah, yaitu ayat yang mengajak, menyuruh kita berpikir mengenai fenomena alam, sementara hanya sekitar seratus limapuluh saja yang berbicara mengenai fiqih. Hal ini juga berarti kita diperintahkan untuk berfikir dan memperhatikan alam sebagai tanda-tanda kebesaran Allah.
Rasional kebablasan Mu'tazilah
Tetapi tidak semua dapat dirasionalkan karena daya rasio dan akal manusia terbatas, dan sangat terbatas.
Mu'tazilah adalah paham atau aliran pemikiran dalam Islam yang mendewakan akal. Semua ayat-ayat, dapat pemikiran, konsep, semua dirasionalkan oleh kelompok ini. Artinya ayat-ayat atau pendapat, pernyataan yang tidak dapat diterima akal maka tidak mereka terima. Pemikiran seperti ini dianggap paham sesat dan menyimpang karena tidak semua dapat dirasionalkan. Orang yang berpaham mu'tazilah beranggapan perjalanan Isra' Mi'rajnya Rasul sebagai mimpi saja. Dan Jin ditafsirkan sebagai suku badui yang sembunyi dibalik bukit, atau Syaikh Muhammad Ridha adalah menafsirkan Jin sebagai Jasad Renik atau microba.
Ada sesuatu hal ghaib yang tidak dapat di rasionalkan, seperti perjalanan Isra' Mi'raj misalnya, bagi ilmu manusia, logika dan akal manusia mengatakan tidak mungkin melakukan perjalanan dari Makkah ke Palestina sekitar 1.233,3 km (seribu dua ratus tiga pulu tiga koma tiga kilo meter) hanya dalam waktu beberapa detik saja, ketika dizaman nabi muhammad saw belum ditemukan pesawat Concorde, pesawat tercepat yang membawa manusia melebihi kecepatan suara. Logika manusia mengatakan tidak mungkin, tetapi Kekuasaan, dan ilmu Allah swt melampaui logika manusia, kita hanya bisa mengimaninya.
Yang berkaitan dengan hukum-hukum fiqih, adalah ketetapan Allah yang harus kita patuhi dan kita amalkan seperti yang diperintahkan apa adanya, tidak boleh ditambah-tambah atau pun dikurangi, tidak boleh pula ditafsir-tafsirkan. Hal ini berlaku prinsip Sami'na wa atho'na ( سَمِعْنِا وَ اَطَعْنَا )"aku dengar dan aku ta'ati." Begitu pula ayat-ayat yang berhubungan dengan mu'jizat dan kekuasaan Allah yang harus kita yakini dan kita imani saja tanpa, bertanya-tanya, mereka-reka maksudnya, menafsir-nafsirkannya dan sebagainya.
Terlalu memaksakan agar sesuai dengan logika manusia adalah salah, karena tidak sama logika manusia dengan logika Allah, yang dapat berbuat sekehendaknya dan berkuasa menciptakan segala sesuatu termasuk menciptakan sesuatu yang baru kapan saja. Karena Allah maha Pencipta.
Tidak memakai logika dan akalpun salah pula karena tidak menggunakan potensi akal yang diberikan Allah kepada kita dan menjadikan sesuatu tidak jelas lagi mana yang benar dan mana yang salah.
(Bersambung)
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لا تَقْرَبُوا الصَّلاةَ وَأَنْتُمْ سُكَارَى حَتَّى تَعْلَمُوا مَا تَقُولُونَkarena mabuk tidak dapat menggunakan akal. Orang yang tidak berakal tidak diwajibkan sholat, seperti anak-anak dan orang gila.
Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu salat, sedang kamu dalam keadaan mabuk, sehingga kamu mengerti apa yang kamu ucapkan,... (QS: An Nisa : 43)
ada tiga belas ayat dalam al Qur'an yang mempertanyakan "Apakah kamu tidak mempergunakan akal?" اَففَلَا تَعْقِِلُونْ , artinya betapa pentingnya menggunakan akal dalam beragama Islam. Akal adalah potensi yang diberikan dan diciptakan tuhan bagi manusia, sangat sayang dan tidak bertanggung jawab namanya jika tidak dipergunakan.
وَلا تَقْفُ مَا لَيْسَ لَكَ بِهِ عِلْمٌ إِنَّ السَّمْعَ وَالْبَصَرَ وَالْفُؤَادَ كُلُّ أُولَئِكَ كَانَ عَنْهُ مَسْئُولا
Dan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak mempunyai pengetahuan tentangnya. Sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati, semuanya itu akan diminta pertanggungan jawabnya (QS: Al Isra' ayat 36)
Sedangkan lebih dari tujuh ratus lima puluh ayat (> 750) menurut syaikh Thanthowi adalah ayat kauniyah, yaitu ayat yang mengajak, menyuruh kita berpikir mengenai fenomena alam, sementara hanya sekitar seratus limapuluh saja yang berbicara mengenai fiqih. Hal ini juga berarti kita diperintahkan untuk berfikir dan memperhatikan alam sebagai tanda-tanda kebesaran Allah.
Rasional kebablasan Mu'tazilah
Tetapi tidak semua dapat dirasionalkan karena daya rasio dan akal manusia terbatas, dan sangat terbatas.
وَمَا أُوتِيتُمْ مِنَ الْعِلْمِ إِلا قَلِيلا
... dan tidaklah kamu diberi pengetahuan melainkan sedikit". (QS: Al Isra' ayat 85)
Mu'tazilah adalah paham atau aliran pemikiran dalam Islam yang mendewakan akal. Semua ayat-ayat, dapat pemikiran, konsep, semua dirasionalkan oleh kelompok ini. Artinya ayat-ayat atau pendapat, pernyataan yang tidak dapat diterima akal maka tidak mereka terima. Pemikiran seperti ini dianggap paham sesat dan menyimpang karena tidak semua dapat dirasionalkan. Orang yang berpaham mu'tazilah beranggapan perjalanan Isra' Mi'rajnya Rasul sebagai mimpi saja. Dan Jin ditafsirkan sebagai suku badui yang sembunyi dibalik bukit, atau Syaikh Muhammad Ridha adalah menafsirkan Jin sebagai Jasad Renik atau microba.
Ada sesuatu hal ghaib yang tidak dapat di rasionalkan, seperti perjalanan Isra' Mi'raj misalnya, bagi ilmu manusia, logika dan akal manusia mengatakan tidak mungkin melakukan perjalanan dari Makkah ke Palestina sekitar 1.233,3 km (seribu dua ratus tiga pulu tiga koma tiga kilo meter) hanya dalam waktu beberapa detik saja, ketika dizaman nabi muhammad saw belum ditemukan pesawat Concorde, pesawat tercepat yang membawa manusia melebihi kecepatan suara. Logika manusia mengatakan tidak mungkin, tetapi Kekuasaan, dan ilmu Allah swt melampaui logika manusia, kita hanya bisa mengimaninya.
Yang berkaitan dengan hukum-hukum fiqih, adalah ketetapan Allah yang harus kita patuhi dan kita amalkan seperti yang diperintahkan apa adanya, tidak boleh ditambah-tambah atau pun dikurangi, tidak boleh pula ditafsir-tafsirkan. Hal ini berlaku prinsip Sami'na wa atho'na ( سَمِعْنِا وَ اَطَعْنَا )"aku dengar dan aku ta'ati." Begitu pula ayat-ayat yang berhubungan dengan mu'jizat dan kekuasaan Allah yang harus kita yakini dan kita imani saja tanpa, bertanya-tanya, mereka-reka maksudnya, menafsir-nafsirkannya dan sebagainya.
آمَنَ الرَّسُولُ بِمَا أُنْزِلَ إِلَيْهِ مِنْ رَبِّهِ وَالْمُؤْمِنُونَ كُلٌّ آمَنَ بِاللَّهِ وَمَلائِكَتِهِ وَكُتُبِهِ وَرُسُلِهِ لا نُفَرِّقُ بَيْنَ أَحَدٍ مِنْ رُسُلِهِ وَقَالُوا سَمِعْنَا وَأَطَعْنَا غُفْرَانَكَ رَبَّنَا وَإِلَيْكَ الْمَصِيرُ
Rasul telah beriman kepada Al Qur'an yang diturunkan kepadanya dari Tuhannya, demikian pula orang-orang yang beriman. Semuanya beriman kepada Allah, malaikat-malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya dan rasul-rasul-Nya. (Mereka mengatakan): "Kami tidak membeda-bedakan antara seseorang pun (dengan yang lain) dari rasul rasul-Nya", dan mereka mengatakan: "Kami dengar dan kami taat". (Mereka berdoa): "Ampunilah kami ya Tuhan kami dan kepada Engkaulah tempat kembali". (QS: Al Baqaroh ayat 286)
Terlalu memaksakan agar sesuai dengan logika manusia adalah salah, karena tidak sama logika manusia dengan logika Allah, yang dapat berbuat sekehendaknya dan berkuasa menciptakan segala sesuatu termasuk menciptakan sesuatu yang baru kapan saja. Karena Allah maha Pencipta.
Tidak memakai logika dan akalpun salah pula karena tidak menggunakan potensi akal yang diberikan Allah kepada kita dan menjadikan sesuatu tidak jelas lagi mana yang benar dan mana yang salah.
(Bersambung)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar